Sejarah Pelabuhan Tanjung Priok: Dari Masa Kolonial Hingga Pusat Logistik Modern

Pelabuhan Tanjung Priok, yang terletak di Jakarta Utara, merupakan salah satu pelabuhan tersibuk dan terpenting di Indonesia. Keberadaannya tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian nasional, tetapi juga menyimpan catatan sejarah panjang yang bermula dari era kolonial Hindia Belanda. Berikut adalah perjalanan pelabuhan ini dari masa ke masa.

Sebelum Tanjung Priok berdiri, Pelabuhan Sunda Kelapa di muara Sungai Ciliwung menjadi pusat perdagangan Batavia. Namun, letusan Gunung Salak pada 1699 menyebabkan pendangkalan sungai akibat lumpur dan lahar, sehingga kapal besar kesulitan berlabuh. Aktivitas bongkar muat pun harus dilakukan dengan tongkang, yang memakan waktu dan berisiko, terutama saat musim angin barat.

Pada 1877, Pemerintah Hindia Belanda di bawah Gubernur Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge memulai pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok untuk menggantikan Sunda Kelapa. Tujuannya adalah menciptakan infrastruktur yang mampu menampung kapal besar dan mendukung perdagangan global, terutama setelah pembukaan Terusan Suez (1869) yang meningkatkan lalu lintas maritim. Proyek ini dipimpin oleh insinyur Belanda J.A. de Gelder dan selesai pada 1883, meski beberapa sumber menyebutkan perluasan terus dilakukan hingga 1886.

Perkembangannya di Era Kolonial
Pembangunan Tanjung Priok dilakukan secara bertahap:

Kolam Pelabuhan I: Selesai pada 1883, digunakan untuk kapal dagang dan batu bara.

Kolam Pelabuhan II: Dibangun pada 1914 di masa Gubernur Jenderal AFW Idenburg untuk mengatasi kemacetan di Kolam I. Selesai pada 1917, dilengkapi Stasiun Kereta Tanjung Priok yang dirancang oleh arsitek JCW Koch untuk memudahkan distribusi barang dan penumpang.

Kolam Pelabuhan III: Pembangunan dimulai 1921 tetapi terhambat wabah malaria. Baru selesai pada 1932 dengan panjang dermaga 550 meter.

Selain itu, Belanda membangun jaringan kereta api, kanal, dan jalan untuk menghubungkan pelabuhan dengan Batavia (Jakarta), memperkuat perannya sebagai pusat logistik.

Asal Usul Nama “Tanjung Priok”
Nama Tanjung Priok berasal dari dua kata:

Tanjung: Daratan yang menjorok ke laut.

Priok (periuk): Panci tanah liat yang menjadi komoditas perdagangan sejak zaman prasejarah.

Meski ada versi yang menghubungkan nama ini dengan tokoh penyebar Islam, Mbah Priok (Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad), sejarah menunjukkan bahwa nama Tanjung Priok sudah ada sebelum kedatangannya pada 1756.

Peran Penting dalam Sejarah Indonesia
Masa Pendudukan Jepang (1942–1945): Jepang mengambil alih pelabuhan untuk kepentingan militer. Fasilitas rusak akibat perang, tetapi diperbaiki menggunakan tenaga romusha.

Pasca-Kemerdekaan: Pelabuhan menjadi vital untuk pemulihan ekonomi. Pengelolaannya mengalami perubahan, dari Perusahaan Negara (PN) Pelabuhan (1960) hingga PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) pada 1992.

Era Modernisasi: Pada 1970-an hingga kini, Tanjung Priok mengalami transformasi teknologi, seperti sistem otomatisasi, terminal peti kemas (JICT I, II, TPK Koja), dan perluasan kapasitas untuk menangani 70% arus ekspor-impor Indonesia.

Tantangan dan Masa Depan
Pelabuhan ini menghadapi masalah seperti kemacetan logistik, keterbatasan lahan, dan persaingan global. Untuk mengatasinya, pemerintah berencana menjadikan Tanjung Priok sebagai hub logistik regional dengan proyek seperti New Priok Port (Kalibaru) dan integrasi sistem digital (INAPORTNET). Upaya ini diharapkan meningkatkan efisiensi dan daya saing Indonesia di kancah maritim internasional.

Warisan dan Signifikansi Budaya
Tanjung Priok tidak hanya menjadi simbol kemajuan ekonomi, tetapi juga merefleksikan dinamika sosial-politik Indonesia. Misalnya, peristiwa kerusuhan 1998 yang menyisakan luka sejarah, serta perannya dalam mendukung industrialisasi dan urbanisasi Jakarta. Meski demikian, representasi sejarah pekerja pelabuhan dalam museum masih minim, menunjukkan perlunya upaya pelestarian yang lebih holistik.

Dari desa nelayan sederhana di abad ke-19 hingga pelabuhan megah di abad ke-21, Tanjung Priok terus menjadi saksi bisu perkembangan Indonesia. Keberadaannya mengajarkan pentingnya adaptasi terhadap perubahan zaman, sekaligus menjaga warisan sejarah sebagai pondasi membangun masa depan.

Sumber : Kompas.com, Academia.edu, dan iNews.id

Hubungi kami
Scroll to Top